Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025 diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak bagi negara. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, potensi tambahan penerimaan negara bisa mencapai Rp 75 triliun. Kenaikan tarif PPN ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
“Potensinya sekitar Rp 75 triliun dari PPN-nya,” ungkap Febrio di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, seperti yang dilansir pada Selasa (17/12/2024). Febrio juga menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN tidak akan berdampak negatif terhadap defisit dan penerimaan negara pada tahun 2025. Defisit tahun depan telah ditetapkan sebesar 2,53% dari PDB, dengan penerimaan negara mencapai Rp 3.005,1 triliun.
Dalam merumuskan kebijakan ini, pemerintah akan memperhatikan perkembangan di masyarakat serta menjunjung tinggi asas keadilan dan keberpihakan kepada rakyat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, juga menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN akan dikecualikan untuk barang-barang yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, dan jasa keuangan.
“PPN tahun depan akan naik menjadi 12% per 1 Januari, namun barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat akan diberikan fasilitas PPN 0%,” jelas Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat.
Dengan adanya kenaikan tarif PPN ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian negara serta meningkatkan penerimaan pajak secara keseluruhan. Semoga langkah ini dapat memberikan manfaat yang nyata bagi kemajuan Indonesia ke depannya.