Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa saat ini kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) tidak sedang dalam keadaan yang baik. Menurut beliau, ekonomi AS sedang mengalami ancaman resesi dan penggunaan dolar AS di seluruh dunia juga semakin menurun. Hal ini disampaikan dalam Kuliah Perdana dengan tema Pengantar Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) pada hari Senin (26/8/2024).
“Walaupun ekonomi AS hanya menyumbang 28% dari ekonomi dunia, namun penggunaan dolar AS mencapai hampir 60%. Saat ini, persentase penggunaan dolar tersebut sudah menurun menjadi 50%. China menjadi faktor penting dalam hal ini, karena mereka telah membeli banyak surat utang AS dan hubungan ekonomi antara AS dan China tidak bisa dipisahkan,” ungkap Sri Mulyani kepada para mahasiswa baru.
Beliau menjelaskan bahwa situasi ini merupakan bagian dari persaingan kekuatan geopolitik, dan saat ini muncul alternatif-alternatif baru. China mulai menggunakan mata uangnya sendiri, Renminbi, namun mereka belum memperbolehkan Renminbi untuk digunakan secara internasional sebelum mata uang tersebut benar-benar kuat.
Sri Mulyani menekankan bahwa kemampuan suatu negara dalam mengelola mata uang di luar wilayahnya merupakan indikasi kekuatan sebenarnya, bukan hanya dari segi kepercayaan diri tetapi juga kekuatan faktual. “Dengan mengontrol bagaimana mata uang kita berpengaruh terhadap ekonomi kita dan negara lain, kita dapat mengukur sejauh mana kekuatan kita dalam kancah global. AS dapat melakukannya karena kekuatan ekonomi dan geopolitik yang dimilikinya,” tambahnya.
Namun, jika ekonomi AS terus memburuk dan kepemimpinannya di dunia melemah, maka mata uangnya juga akan terpengaruh. Oleh karena itu, AS harus memilih pemimpin yang tepat agar posisinya di kancah global tetap kuat. Hal inilah yang membuat Pilpres AS kali ini penuh dengan kontroversi.
“Saat ini, AS merasa bahwa posisi mereka di dunia tidak akan selalu kuat jika pemimpin yang dipilih tidak mampu menjaga stabilitas ekonomi. Oleh karena itu, kita harus bijak dalam memilih pemimpin agar negara kita tetap dapat bersaing di tingkat internasional,” ujar Sri Mulyani.
Selain itu, Sri Mulyani juga mengingatkan tentang risiko ketergantungan dunia terhadap satu mata uang saja. Oleh karena itu, banyak negara mulai melakukan perjanjian mata uang seperti bilateral swap untuk mengurangi risiko yang ada.
Dengan perkembangan ekonomi global yang terus berubah, penting bagi setiap negara untuk memperhatikan stabilitas mata uangnya agar tidak terlalu tergantung pada satu mata uang tertentu. Sri Mulyani berharap agar para pemimpin di seluruh dunia dapat bekerja sama dalam mengatasi tantangan ekonomi yang ada demi kestabilan ekonomi global yang lebih baik.