Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PT PLN (Persero) Abrar Ali berpendapat, sebaiknya pembahasan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) yang mencakup skema power wheeling harus ditunda hingga pemerintahan baru terbentuk nanti. Alasannya, masih banyak penolakan terhadap RUU tersebut, terutama terkait dengan skema power wheeling di mana swasta dapat memanfaatkan jaringan listrik PLN.
Abrar menegaskan bahwa masih ada potensi masalah yang dapat merugikan masyarakat dan negara jika RUU tersebut disahkan tanpa pertimbangan yang matang. Hal ini juga didukung dengan kekhawatiran akan kemungkinan ketidakmampuan PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik saat terjadi lonjakan permintaan yang tinggi.
Namun, Abrar menekankan bahwa kekhawatiran tersebut seharusnya tidak didramatisasi secara berlebihan. PLN masih mampu memenuhi kebutuhan listrik masyarakat dan industri hingga saat ini, dan akan terus mengantisipasi lonjakan permintaan melalui pembangunan pembangkit listrik baru.
Terkait dengan penolakan terhadap skema power wheeling, Abrar menyatakan bahwa kajian lebih lanjut masih diperlukan mengingat masih ada perbedaan pendapat, termasuk dari anggota DPR sendiri. Menurut Abrar, penolakan tersebut juga mencuat dari kekhawatiran bahwa power wheeling akan mengubah struktur pasar listrik Indonesia dari sistem single buyer and single seller menjadi multi buyer and multi seller, yang dapat merugikan PLN.
Selain itu, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, juga mengingatkan bahwa skema power wheeling dapat menambah beban APBN dan merugikan negara. Dampaknya bisa berupa penurunan pendapatan PLN karena penggunaan jaringan oleh swasta, yang dapat mempengaruhi harga pokok penyediaan listrik.
Oleh karena itu, Abrar berpandangan bahwa pembahasan RUU EBET sebaiknya ditunda hingga masa pemerintahan berikutnya agar dapat dilakukan kajian lebih mendalam guna menghindari kerugian bagi masyarakat dan negara. Sebagai bentuk kepedulian terhadap kepentingan rakyat, Abrar menekankan pentingnya menjaga stabilitas pasokan listrik dan tarif yang wajar.
Dengan demikian, pembahasan RUU EBET harus dilakukan secara cermat dan teliti untuk memastikan keberlangsungan sistem kelistrikan nasional tanpa mengorbankan kepentingan publik. Abrar juga menegaskan bahwa pengambilan keputusan terkait RUU EBET harus dilakukan secara transparan dan dengan melibatkan seluruh pihak terkait guna mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.