Ternyata, kecenderungan untuk berselingkuh bisa diturunkan secara genetik dari orang tua ke anak. Namun, hal ini bukanlah satu-satunya penyebab perselingkuhan. Menurut psikolog Roslina Verauli, M.Psi., Psi., pengalaman masa kecil juga berperan penting dalam membentuk pola perilaku seseorang dalam hubungan.
Dalam dunia psikologi, konsep trauma antar generasi atau transgenerational psychology menjadi penjelasan yang menarik. “Ketika orang tua melakukan perselingkuhan, anak-anak mereka bisa saja mengikuti jejak yang sama tanpa disadari,” ungkap Verauli kepada Kompas.com.
Namun, Verauli menegaskan bahwa perselingkuhan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik. Banyak kasus menunjukkan bahwa kepribadian seseorang juga memainkan peran penting dalam hal ini. Terkadang, seseorang bisa saja berselingkuh dengan orang yang dianggap kurang menarik daripada pasangan resmi mereka hanya untuk kesenangan semata.
“Ada orang-orang yang tidak memiliki pemahaman yang benar tentang hubungan cinta,” tambahnya. Selain itu, kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi sejak kecil juga dapat menjadi pemicu seseorang untuk berselingkuh. “Mungkin saat kecil, mereka merasa terabaikan secara emosional dan mencari pemenuhan dari banyak figur lainnya,” jelas Verauli.
Akibatnya, ketika dewasa, mereka mungkin kesulitan untuk menjalin hubungan yang sehat dan intim dengan satu orang. Hal ini bisa menjadi akar masalah utama dari perilaku perselingkuhan yang mereka lakukan.
Jadi, meskipun faktor genetik dan pengalaman masa kecil memainkan peran dalam kecenderungan seseorang untuk berselingkuh, bukan berarti itu adalah satu-satunya penyebabnya. Kepribadian dan kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi juga turut berperan dalam membentuk perilaku seseorang dalam hubungan.
Jadi, penting bagi kita untuk memahami kompleksitas dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam hubungan, termasuk dalam hal perselingkuhan. Dengan pemahaman yang lebih dalam, kita bisa lebih bijak dalam menghadapi dan mencegah perilaku yang merugikan ini.