Parlemen Australia akan mengadakan pembahasan soal undang-undang baru yang bertujuan untuk melarang anak di bawah 16 tahun mengakses media sosial, yang dijadwalkan pada Kamis (21/11/2024). Kalau undang-undang ini disahkan, platform-platform besar seperti X (sebelumnya Twitter), TikTok, Facebook, dan Instagram yang nggak patuh bisa dikenakan denda hingga 50 juta dolar Australia, atau sekitar Rp 797 miliar. Ini merupakan langkah yang cukup revolusioner dalam mengatur media sosial, dengan Australia mengambil posisi terdepan dalam upaya global untuk melindungi anak-anak dari dampak buruk dunia digital, termasuk perundungan daring dan penyebaran konten ilegal.
Menteri Komunikasi Australia, Michelle Rowland, menjelaskan bahwa tanggung jawab ada pada platform media sosial, bukan pada orang tua atau anak-anak, untuk memastikan perlindungan terhadap penggunanya. “Kesehatan mental dan keselamatan pengguna muda itu yang harus diutamakan,” ujar Michelle, seperti yang dilaporkan AFP. Meski begitu, cara teknis yang akan digunakan platform untuk mencegah akses anak di bawah umur masih belum dijelaskan secara rinci. Selain itu, perusahaan media sosial juga diwajibkan untuk menghapus data yang sebelumnya dikumpulkan untuk verifikasi usia.
YouTube menjadi satu-satunya platform yang dikecualikan dari aturan ini, karena sering digunakan untuk tujuan pendidikan. Meskipun undang-undang ini mendapat dukungan dari banyak pihak, ada juga beberapa analis yang meragukan kelayakan teknis penerapannya. Beberapa perusahaan teknologi bahkan meminta agar pemerintah lebih hati-hati dan berkonsultasi terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.
Jika undang-undang ini disahkan, platform media sosial diberi waktu satu tahun untuk menyesuaikan sistem mereka dengan aturan yang baru. Langkah ini menunjukkan perubahan besar dalam pandangan terhadap media sosial—yang dulu dianggap sebagai alat untuk terhubung, sekarang lebih dilihat sebagai sumber ancaman yang perlu diatur dengan lebih ketat.