Pengumuman baru-baru ini oleh Houthi Yaman yang mengklaim telah melakukan operasi militer gabungan dengan milisi Irak yang didukung Iran yang dikenal sebagai Perlawanan Islam di Irak, yang menargetkan empat kapal di pelabuhan Haifa, Israel, telah membawa perhatian baru terhadap konflik yang sedang berlangsung di Tengah Timur. Pernyataan tersebut disampaikan juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, dalam siaran televisi pada Minggu, seperti dilansir Al-Jazeera, Senin (24/6/2024). Menurut Saree, kelompok tersebut meluncurkan kendaraan udara tak berawak (drone) ke dua kapal tanker semen dan dua kapal kargo di pelabuhan tersebut karena melanggar larangan memasuki “pelabuhan Palestina” yang diduduki Israel. Selain itu, Saree mengklaim bahwa kelompok tersebut juga menargetkan kapal Shorthorn Express di Laut Mediterania, dan kedua operasi tersebut dianggap berhasil, sesuai pernyataannya.
Laporan ledakan di Haifa saat fajar menyusul peluncuran rudal pertahanan udara ke arah laut, tanpa mengaktifkan sirene, seperti dilansir Channel 12 Israel, semakin menyoroti meningkatnya ketegangan di kawasan. Insiden ini menggarisbawahi dampak potensial dari operasi militer tersebut dan sifat mudah berubah dari konflik yang sedang berlangsung di Timur Tengah.
Dalam menganalisis konteks sejarah konflik, penting untuk mempertimbangkan ketegangan yang sudah berlangsung lama antara Israel dan berbagai kelompok militan di kawasan, serta keterlibatan aktor eksternal seperti Iran. Dukungan yang diberikan Iran kepada milisi Houthi Yaman dan Irak semakin memperumit situasi dan meningkatkan kekhawatiran tentang penyebaran kekerasan di luar batas negara. Penggunaan drone tak berawak dalam operasi militer juga mewakili perubahan taktik peperangan, yang menekankan perlunya pembaruan peraturan internasional mengenai penggunaan teknologi tersebut.
Dengan mengklaim menargetkan kapal-kapal di pelabuhan Haifa sebagai respons terhadap anggapan pendudukan Israel, Saree berupaya untuk mendapatkan dukungan dan legitimasi atas tindakan kelompok tersebut. Namun, tindakan kekerasan tersebut hanya akan semakin meningkatkan ketegangan dan memperdalam siklus konflik di kawasan.
Dari berbagai sudut pandang, operasi militer yang dipimpin Houthi dapat dilihat sebagai bentuk perlawanan terhadap penindasan dan pelanggaran terang-terangan terhadap norma dan hukum internasional. Meskipun beberapa orang mungkin memandang penargetan kapal-kapal di Haifa sebagai respons yang sah terhadap kebijakan Israel, yang lain mengutuk tindakan tersebut sebagai peningkatan kekerasan yang sembrono dan berbahaya. Dampak dari operasi militer tersebut melampaui sasaran langsungnya, yaitu mempengaruhi stabilitas regional, keamanan maritim, dan hubungan diplomatik.
Dampak operasi militer pimpinan Houthi di Haifa menimbulkan pertanyaan tentang potensi kekerasan dan konflik lebih lanjut di wilayah tersebut. Keterlibatan milisi yang didukung Iran dalam operasi gabungan dengan Houthi Yaman menandakan aliansi yang lebih luas melawan musuh yang dianggap sebagai musuh bersama, sehingga menimbulkan tantangan bagi upaya internasional untuk mendorong perdamaian dan stabilitas. Oleh karena itu, intervensi dan dialog diplomatik sangat penting untuk meredakan ketegangan dan mencegah kekerasan lebih lanjut di Timur Tengah.
Operasi militer baru-baru ini yang diklaim oleh Houthi Yaman bekerja sama dengan milisi Irak dukungan Iran yang menargetkan kapal-kapal di Haifa, Israel, menggarisbawahi dinamika kompleks konflik di Timur Tengah. Konteks sejarah, tokoh-tokoh kunci yang terlibat, dan berbagai perspektif mengenai insiden tersebut semuanya berkontribusi pada pemahaman yang berbeda-beda mengenai situasi tersebut. Ketika kawasan ini menghadapi tantangan-tantangan yang ada, upaya diplomasi dan kerja sama internasional sangat penting untuk mengatasi penyebab utama konflik dan mendorong perdamaian di Timur Tengah.