Dosen dari Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, menggarisbawahi pentingnya peran organisasi seperti Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI) dalam mendorong agenda perempuan. Hal ini menjadi sorotan karena semakin banyak perempuan yang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2024, namun keberhasilan mereka dalam meraih kursi legislatif justru menurun.
“Saya rasa KPPRI perlu lebih aktif dan strategis dalam memajukan kebijakan yang mendukung hak-hak perempuan. Perlu juga penguatan wewenang kaukus serta dukungan untuk kerja-kerja mereka,” ungkap Dani dalam pernyataannya di Jakarta.
Dani menekankan bahwa masalah representasi perempuan tidak hanya berkaitan dengan jumlah perempuan di parlemen, tetapi juga seberapa besar pengaruh dan peran substantif yang dimiliki dalam pengambilan keputusan. “Representasi yang sebenarnya harus tercermin dalam posisi-posisi strategis seperti ketua fraksi atau pemimpin AKD,” tambahnya.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI, Diah Nurwitasari, menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi perempuan di partai politik. Tantangan tersebut antara lain adalah popularitas kandidat lain yang seringkali lebih diutamakan, pragmatisme masyarakat dalam pemilihan kandidat berdasarkan popularitas dan kekuatan ekonomi, serta kendala internal yang menghambat partisipasi aktif perempuan dalam politik.
Diah menjelaskan bahwa perempuan seringkali harus bersaing dengan popularitas kandidat lain yang lebih dikenal oleh masyarakat, ditambah lagi pragmatisme dalam memilih kandidat. “Masyarakat cenderung memilih kandidat yang populer daripada yang memiliki kapabilitas. Selain itu, politik uang juga memberikan dampak negatif. Kendala internal dalam partai juga seringkali menghambat partisipasi perempuan,” ujar Diah.
Selain itu, Diah menekankan pentingnya dukungan struktural dan kebijakan afirmatif untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik, termasuk persyaratan afirmasi 30 persen di setiap dapil yang harus dipenuhi oleh partai