Dalam beberapa bulan terakhir, banyak yang ribut soal harga tiket pesawat yang mahal dari satu daerah ke daerah lain di Indonesia. Rute penerbangan di daerah-daerah terluar dan terjauh jadi sulit dijangkau oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Sektor pariwisata juga terdampak karena mobilitas manusia terganggu. Banyak yang menyalahkan harga avtur dari Pertamina Patra Niaga sebagai biang kenaikan harga tiket pesawat. CEO AirAsia, Tony Fernandes, bilang kalau harga bahan bakar pesawat di Indonesia 28 persen lebih mahal dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Dia bilang harga avtur tinggi bikin tiket pesawat jadi mahal. Banyak pihak juga setuju bahwa harga avtur dari Pertamina jadi biang kerok harga tiket pesawat yang mahal. Tapi, apakah benar begitu?
Mantan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, bilang harga avtur mahal nggak sepenuhnya benar. Budi bilang, meski harga BBM untuk pesawat jet dari Pertamina Patragiaga lebih mahal dibandingkan dengan pemasok di negara tetangga, tapi nggak termasuk yang paling mahal di kawasan ASEAN. Pertamina Patraniaga sudah berusaha keras menurunkan harga avtur sampai 16 persen di bandara 3 destinasi prioritas pariwisata, seperti Toba, Labuan Bajo, dan Mandalika. Meskipun harga avtur turun, harga tiket pesawat di tiga destinasi itu cuma turun 2 persen. Jadi, kenapa penurunan harga avtur nggak langsung bikin harga tiket pesawat turun?
Ada faktor lain yang perlu diperhatikan. Mantan Menteri Pariwisata, Sandiaga Uno, bilang ada faktor lain yang bikin harga tiket pesawat mahal, seperti beban pajak dan biaya operasional yang tinggi. Pemerintah memberikan beban pajak yang berat pada maskapai, seperti PPN 11 persen, iuran asuransi Jasa Raharja, dan retribusi bandara. Kalau pesawat pakai pangkalan udara militer, tambah biaya lagi. Biaya operasional juga termasuk harga avtur yang mengikuti harga minyak dunia. Kompetisi dalam bisnis penerbangan juga belum merata. Rute besar punya kompetisi tinggi, tapi di daerah terjauh, kompetisinya rendah. Harga tiket jadi mahal karena kurangnya kompetisi.
Saya pernah terbang dari Nusa Tenggara Timur dan Papua, tiket pesawat sangat mahal. Tiket Kupang-Labuan Bajo Rp 1,7 juta, Soa-Labuan Bajo Rp 1 juta, Ende-Labuan Bajo Rp 1 juta. Harga tiket yang mahal bikin sulit bagi masyarakat kelas menengah ke bawah untuk terbang. Banyak kursi kosong dalam penerbangan, tapi harga tiket tetap mahal. Menurut saya, ini juga jadi alasan harga tiket pesawat mahal. Maskapai harus menaikan harga tiket untuk bertahan. Jadi, jangan salahkan maskapai dan Pertamina Patra Niaga sepenuhnya atas harga tiket pesawat yang mahal.
Harga tiket pesawat seharusnya lebih mahal dari bus karena modal pesawat jauh lebih besar. Boeing 737 harganya Rp 400 miliar per unit dan kapasitasnya 189 penumpang. Modal per penumpangnya Rp 2,1 miliar. Sementara bus paling mahal Rp 1 miliar dengan kapasitas 27 penumpang, modalnya Rp 37 juta per penumpang. Margin keuntungan maskapai penerbangan kecil karena modalnya besar. Jadi, nggak masuk akal kalau harga tiket pesawat lebih murah dari bus. Pemerintah harus cari solusi terbaik antara pajak dan biaya operasional maskapai. Pertamina dan maskapai harus tetap untung. Semoga dengan tulisan ini, kita bisa lihat sisi lain dari masalah harga tiket pesawat yang mahal.